Buat kami perantau dari Ranah Minang, tentulah sangat kenal dengan masakan-masakan tanah kelahiran. Salah satu masakannya yang sudah mendunia adalah Rendang, dan juga dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2021 kemaren rendang juga dinobatkan sebagai makanan terbaik di dunia versi CNN.
Tetapi kalau kami di rantau, terkadang susah menemukan rendang yang sesuai dengan selera. Obatnya adalah ketika pulang kampung.
Momen pulang kampung merupakan momen terbaik untuk menikmati masakan-masakan yang cocok di lidah namun terkadang jarang didepat di rantau orang. Selain mencari masakan yang disuka, tentunya juga sambil melakukan dokumentasi (baca : motret makanan) yang terkadang diupload ke social media, terkadang juga ngga sih (baca : kalo lupa), hehehe.
Pada tahun 2015 ketika kami mudik ke kampung ketika lebaran. Menyambut lebaran, tentu menu wajib yang kudu disiapkan adalah Rendang. Waktu itu keluarga kami memasak rendang kacang kuning, yang mungkin cukup dikenal di kalangan masyarakat di luhak Agam (apa itu luhak agam, mungkin kita bisa bercerita di lain kesempatan ya). Dalam membuat rendang, mungkin belum pernah kami dengar pihak keluarga memasak rendang dalam 1 hari dan langsung jadi untuk disantap. Biasanya proses memasak rendang di keluarga kami bisa menghabiskan waktu 2 sampai 3 hari, sampai warna rendangnya cokelat kehitaman dan aromanya tentu lebih kuat menusuk ke hidung dan membuat perut keroncongan.
Nah foto berikut adalah foto rendang kacang kuning yang kami ambil di dapur yang terletak di luar rumah, dan disini kegiatan memasaknya masih menggunakan kayu bakar.
karena sesuatu dan banyak hal, foto di atas baru diposting di Facebook sekitar tahun 2016, tapi lupa di bulan apa, hehe. Niat posting hanyalah menyatakan kerinduan akan rendang buatan orang tua, namun ternyata banyak juga yang komen untuk pesan rendangnya. Awalnya sih dipikir hanya komen becandaan buat seru-seruan saja, namun ternyata ada beberapa teman yang serius ingin memesan rendangnya. Setelah diskusi dengan keluarga dan mempertimbangkan beberapa hal, akhirnya pesanan tersebut diterima.
Masalah berikutnya muncul, kalo mau jualan, tentunya harus ada merk sebagai identitas produk dan pembeda dengan produsen rendang lainnyadi pasaran. Setelah merenung dan mencari ilham , akhirnya diputuskan menggunakan brand RENDANG AMA.
Nah, satu masalah selesai, masalah berikutnya adalah mengenai logo dari brand tersebut yang belum ada. Untungnya waktu itu teman di kantor lama (sebut saja namanya Om Amral, heheheh) merupakan creative designer andalan bisa membantu. Setelah berdiskusi dan menyampaikan detail produk yang dijual dan brand yang digunakan, akhirnya dibuatkan logo yang sesuai. Dan tentunya hasil design dari Om Amral melampaui ekspektasi kami. Makasih ya Om, berikut adalah logo yang kami gunakan sampai saat ini.
Inilah awal dari terbentuknya Rendang Ama. Nanti ceritanya akan kita lanjut ya, gimana cara kita berjualan, bentuk kemasan, pengiriman, impact Covid 19 terhadap Rendang Ama, buka lapak di Tokopedia dan juga Shopee, photo shoot product oleh Product Photographer idola kami yang juga jago masak dan cerita lainnya.
Silakan share juga cerita teman-teman ketika memulai usahanya di kolom komen ya, mana tau bisa saling share pengalaman dan tukar ilmu.
Oya, kalo ada yang tertarik dan mau nanya-nanya mengenai produk rendang kami, bisa wa langsung (silakan klik link berikut) WA Rendang Ama
Salam,
Tukang jalan yang lagi hiatus, sekarang lebih sering di dapur dan ke pasar.